Metode sweeping kendaraan yang dilakukan Polisi Lalu Lintas kerap membuat pengemudi menjadi tidak simpatik. Kesan mencari-cari kesalahan pengendara lebih menonjol dibandingkan dengan upaya Polantas memberi edukasi agar tak lagi melakukan pelanggaran.
Menanggapi hal itu, Dirlantas Polda Sultra, Kombespol Rudi Antariksawan melalui Wadirlantas, AKBP Alan Abast mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dan melakukan evaluasi pada seluruh personilnya agar bisa menjelaskan lebih detail lagi saat melakukan operasi di lapangan.
“Setiap personil dalam melakukan sweeping harus bisa menjelaskan metode apa yang dilakukan. Bila ada pengendara yang melanggar harus dijelaskan baik-baik apa pelanggaran yang dilakukan, supaya masyarakat lebih mengerti dan tidak terjadi kesalahpahaman,” bijak Alan, akhir pekan lalu.
Ia mencontohkan, operasi beberapa personil Polisi Lalu Lintas (Polantas) di ruas jalan Antero Hamra sekitar MTsN 1 Kendari. Pengawasan tersebut ditegaskannya adalah sweeping resmi untuk menanti pengendara yang melanggar rambu lalu lintas (hunting system).
Wadirlantas menjelaskan, dalam operasi terpadu, Polantas bisa melakukan hunting system dan stasioner system. “Hunting system adalah razia yang dilakukan beberapa saja anggota Polantas di tempat-tenpat tertentu yang mungkin terjadi pelanggaran lalu lintas. Salah satunya melawan arus atau melanggar rambu. Dalam sistem itu tidak memakai papan pengumuman. Sementara stasioner system dilakukan oleh banyak personil Polantas dan dipimpin salah satu perwira,” papar Alan Abast.
Ia juga menjelaskan, dalam hunting system Polantas tetap memiliki surat tugas yang berlaku selama satu bulan. “Jadi meskipun tidak ada surat perintah dari Kasatlantas atau Dirlantas, mereka mempunyai hak melakukan operasi atau sweeping. Hunting system juga dilakukan hanya beberapa saat saja di satu tempat dan berpindah-pindah,” tandasnya.