sultra.tribratanews.com – KONAWE SELATAN – Kepolisian Resor (Polres) Konawe Selatan (Konsel) buka suara terkait duduk perkara penahanan salah seorang guru honorer di SDN 4 Baito atas nama Supriyani S.Pd. Penahanan tersebut akibat tersandung kasus dugaan tindak pidana kekerasan kepada siswanya.
Hal tersebut disampaikan langsung Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam SIK M.Si didampingi Kasat Reskrim AKP Nyoman Gede Arya SIK MH dan Kapolsek Baito IPDA Muh Idris SH MH saat menggelar konferensi pers di Aula Vicon Mapolres Konsel, Senin (21/10/2024).
AKBP Febry Sam menjelaskan, bahwa kasus ini pertama kali mencuat pada Jumat, 26 April 2024 pada saat ayah korban mau memandikan korban dan saudara kembarnya.
Saat hendak dimandikan, korban menolak dan menyampaikan akan mandi sendiri. Setelah dipaksa, kata Febry Sam, kelihatanlah bekas pukulan dan korban sempat mengelak kalau bekas luka yang dialami karena jatuh.
“Setelah ditanya terus menerus oleh kedua orang tuanya, akhirnya korban mengaku kalau bekas luka yang dialaminya karena pukulan oleh guru kelasnya,” kata Febry.
Hari itu juga, sambungnya, ayah korban yang juga anggota Polsek Baito (Aipda Wibowo Hasyim) meminta pentunjuk kepada Kapolsek Baito, IPDA Muh Idris.
“Kapolsek mengatakan agar diselesaikan secara kekeluargaan, dan di hari itu juga Kapolsek memanggil keduanya untuk dimediasi,” sambungnya.
Saat proses mediasi itu belum ada Laporan Polisi (LP) dan telah dilakukan beberapa pertemuan, tetapi tak menemui titik temu hingga terbitnya Laporan Polisi.
“Pertemuan sudah beberapa kali di rumah korban termasuk Kepala Desa Wonua Raya ikut memediasi, tetapi ibu korban belum menerima,” jelasnya.
Kapolres juga menjelaskan, saat proses mediasi di rumah korban, suami pelaku mengeluarkan amplop putih yang tidak di tahu apa isinya.
“Karena merasa tersinggung, orang tua korban mengatakan, apa ini? sehingga Kepala Desa Wonua Raya mengambil kembali amplop yang diletakkan di atas meja tersebut,” ungkapnya.
Terdakwa didampingi pengacaranya saat berada di Kantor Kejari Konawe Selatan
Terkait permintaan dana Rp50 juta seperti yang berkembang, Febry Sam menjelaskan, bahwa pernyataan itu berawal dari Kepala Desa Wonua Raya.
“Mungkin yang bersangkutan (Kades) ingin membantu menyelesaikan kasus ini, dan yang bersangkutan berbicara empat mata dengan Kapolsek Baito, hanya Kapolsek menyampaikan mau berapapun itu banyaknya uang kalau tidak ada permohonan maaf ataupun kesepakatan kepada pihak korban itu tidak akan terjadi,” lanjutnya.
Karena belum adanya itikad baik dari terduga pelaku untuk mengakui perbuatannya, sehingga proses ini berlanjut hingga pada 26 September 2024 kasus ini sudah P21.
“Mulai dari awal penyidikan sampai P21 tidak dilakukan penahanan oleh kepolisian dalam hal ini Polsek Baito,” terangnya.
Penahanan itu, tambah Febry Sam, setelah berkasnya dilimpahkan ke Kejaksaan dan Kejaksaan yang melakukan penahanan di Rutan Perempuan dan Anak Kendari.